Widget HTML Atas

Bunda, mandikan aku..sekali ini saja

( Kisah ini cukup klasik, mgkn sista dan bro sdh pernah tau ..namun tetap berkesan untuk di renungkan ....)

Jihan, sebut saja begitu namanya.

Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas:

meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. "Why not the best," katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika.


Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda, Jihan termasuk salah satunya.

Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan di Ilmu Ekonomi baru nyambung lagi ke Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen SDM dikota saya.
Berikutnya, Jihan temen saya tadi mendapat pendamping yang "selevel"; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.

Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Jihan diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka.

Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah dalam agama saya :  "alif" dan huruf terakhir "ya", jadilah nama yang enak didengar: Alifya.

 Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir. Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Jihan semakin menggila. Bak pesawat Garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain.


Setulusnya saya pernah bertanya, "Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal?" Dengan sigap Jihan menjawab, "Owh.., saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!" Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Jihan tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon.

Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti. Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak. "Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti." Begitu selalu nenek Alif, ibunya Jihan, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.




Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Jihan dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya.

Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini "memahami" orang tuanya.

Buktinya, kata Jihan, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek.

Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Jihan, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Jihan menyapanya "malaikat kecilku".

Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta.

Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Jihan berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. "Alif ingin Bunda mandikan," ujarnya penuh harap. Karuan saja Jihan, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.







Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. "Bunda, mandikan aku!" kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Jihan dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian.

Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. "Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency." Setengah terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah SWT sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya. Jihan, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya.

Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut,Jihan memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri. Dan siang itu, janji Jihan terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. "Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif," ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi.

Satu persatu rekan Jihan menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara. Berkali-kali Jihan , sahabatku yang tegar itu, berkata, "Ini sudah takdir, ya kan. Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?" Saya diam saja. Rasanya Jihan memang tak perlu hiburan dari orang lain.

Suaminya mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. "Ini konsekuensi sebuah pilihan," lanjut Jihan, tetap mencoba tegar dan kuat. Hening sejenak.

Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.

Tiba-tiba Jihan berlutut. "Aku ibunyaaa!" serunya histeris,






lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Jihan menangis hebat , lebih-lebih tangisan yang meledak. "Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif.." Jihan merintih mengiba-iba. Detik berikutnya,ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya.

Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.



Note: Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong. Hal yang nampaknya sepele sering kali menimbulkan sesal dan kehilangan yang amat sangat. Sering kali orang sibuk 'di luaran', asik dengan dunianya dan ambisinya sendiri tidak mengabaikan orang2 di dekatnya yang disayanginya.

Akan masih ada waktu 'nanti' buat mereka jadi abaikan saja dulu. Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahwa pengertian dan kasih sayang yang diterimanya tidak akan hilang.


Merasa mereka akan mengerti karena mereka menyayanginya dan tetap akan ada. Pelajaran yang sangat menyedihkan. Lalu, bagaimana halnya dengan kita pula…???


Ikuti postingan dibawah ini masih berkaitan dengan kasih sayang antara orang tua dan buah hati :

1.Tubuh Mungil itu Berharap akan Surga 
2.Mengapa sayang IBU ? 
3.Ibunda yang berjiwa Besar 
4.Rahasia sifat anak2 yg Menjengkelkan ?? 
5.Tentukan Kecerdasan Anak kita Kelak ! 
6.Kita , adalah produk Pembelajaran bangsa yg "gimana" 
7. Ayah sang Inspirator 
8. Inilah KADO Paling Spesial untuk IBU