JAD , anak keturunan yang mendapat "sentuhan".
Ia tinggal bersama keluarganya di apartemen , disebuah kota di
Perancis.
Disalah satu sudut “ground
floor” apartemen tersebut, ada sebuah kedai kecil serbaneka yang menjadi tempat
bagi warga sekitar untuk belanja memenuhi keperluan sehari mereka, termasuk
pula keluarga JAD.
Kedai itu milik seorang Turki bernama Ibrahim yang usianya
67 tahun .
Seorang yang sangat sederhana, bukan dari kalangan
berpendidikan tinggi .
JAD hampir setiap hari berbelanja dikedai itu . bila
berbelanja , selalu , tanpa pengetahuan Ibrahim ,-- setidaknya begitu
persangkaan JAD --, diam-diam mengambil
sebiji coklat , setiap hari dan setiap berbelanja di kedai itu.
Suatu hari JAD lupa mengambil ( mencuri ) cokelat tersebut. Ketika
melangkah meninggalkan kedai itu , Ibrahim memanggilnya dan berkata ,” JAD ,
kamu lupa sesuatu nak.”
Jad memeriksa barangnya . Tetapi tidak menemui sesuatu
yg ia lupakan menurut Ibrahim.
“Bukan itu nak” kata Ibrahim . “ini”, sambil memegang coklat yang biasa diambil JAD .
JAD terkejut dan setengah ketakutan , khawatir Ibrahim
memarahinya dan menyampaikan hal memalukan tersebut kepada orangtuanya.
Dia jadi bengong dan pucat. “ Tidak apa-apa nak” , “mulai
hari ini kau boleh mengambil sebiji coklat yang sifatnya Cuma-Cuma sebagai
hadiah” kata Ibrahim.
Tapi, berjanjilah untuk jujur dan mengatakannya “ kata
Ibrahim sambil tersenyum .
Sejak hari itu , JAD Kecil menjadi sahabat Ibrahim . Dia
tidak hanya berjumpa Ibrahim untuk datang dan berbelanja, tetapi juga jadi
tempat bercerita dan berkongsi masalahnya.
Bila menghadapi suatu masalah maka
Ibrahim adalah orang yang pertama diajaknya berbicara . Dan bila itu terjadi
Ibrahim tidak pernah langsung menjawabnya, tetapi selalu menyuruh JAD membuka
halaman sebuah buku tebal yang tersimpan di sebuah kotak kayu. Ibrahim akan membaca dua halaman tersebut tanpa suara,
kemudian menjelaskan jawaban dari masalah yang dihadapi JAD .
Hal tersebut berlangsung selama 17 tahun.
Sampai satu ketika salah seorang anak Ibrahim mendatangi JAD
dan memberikan kotak tersebut kepadanya.
Lalu memberitahu JAD bahwa Ibrahim, sahabat sejati JAD telah
wafat.
Kotak kayu berisi buku tebal itu ia terima dengan tangisan
dan penuh haru.
Suatu ketika dia berhadapan dengan masalah pelik . dia
mengambil kotak kayu itu dan membuka buku tebal yang ada didalamnya, sebagai
yang sering dia lakukan dengan Ibrahim.
Ternyata buku tebal itu setelah ia amati langsung dan
seksama, bertuliskan rangkaian huruf
arab. Karena JAD tidak bisa membaca dan mengartikannya maka diapun memohon
temannya yang berbangsa Tunisia untuk menjelaskan makna dari dua halaman yang
dipilihnya secara acak. Siteman itupun menuruti keinginan JAD dengan membacakan
makna tulisan itu.
Sungguh apa yang disampaikan sahabatnya seakan jawaban
khusus bagi masalah pelik yang ia hadapi.
Jad lalu bertanya pada teman Tunisianya . “ ini buku apa ?”
dijawab “ ini Alquran”. “Kitab suci umat kami” kata sang Tunisia.
Terkejut dan takjub Jad mendengar hal tersebut, lalu ia
bertanya “Bagaimana syaratnya jika ia ingin menjadi seorang muslim?”. Dijawab si
Tunisia “ Mudah saja, cukup bersyahadat dan menjalankan syariah”.
Hari itu JAD lantas memeluk Islam dan menukar nama menjadi
Jadullah Alqurani.
Dia berjanji untuk mempelajari Alquran dengan sebaik-baiknya
dan semampunya.
Hari berganti namun bagaimana kalangan keluarga JAD menerima
ini ?
Tentu saja keluarganya yang beragama Yahudi , terutama
ibunya yang professor , sulit menerima hal tersebut dan berusaha keras untuk
mengembalikan JAD kepada keyakinannya semula.
Siibu berjuang dengan berbagai cara bahkan mengajak
teman-teman dari kalangan intelektual dan cendikiawan Yahudi untuk memberi
penjelasan kepada JAD.
Ini berlangsung selama 30 tahun, namun tidak berhasil .
Pengaruh Ibrahim yang bersahaja , ternyata mengalahkan semua orang pintar dan
intelektual disekitar JAD.
Jadullah pernah berkata “Saya jadi muslim ditangan seorang
lelaki yang justru tidak pernah berbicara tentang agama” . Tak pernah berkata “kamu
Yahudi” “ Kamu Kafir” “ Belajarlah Agama
Islam” “ Jadilah Muslim” , tak pernah berkata itu dan tak pernah.
“Tetapi ia menyentuh saya dengan akhlak , sebaik-baiknya
perilaku. Memperkenalkan kepada saya sebaik-baiknya buku atau kitab , Alquran “
Jadullah Alqurani , meninggal dunia pada 2003 lalu dan hidup
sebagai muslim sejati selama kurang lebih 30 tahun. Dia telah memuallafkan
lebih dari 6 juta orang di Afrika. Sementara Ibunya akhirnya memeluk Islam pada
2005 , pada usia 78 tahun atau 2 tahun setelah putra tersayangnya meninggal dunia.
Dalam kisah yang saya copas dari berbagai sumber diatas
adalah nyata adanya .
Apa bisa saya petik dari kisah nyata tersebut ?
Saya sebagai orang yang awwam dan banyak dosa-dosa sebisanya
menyempatkan diri dalam keadaan dan kondisi yang saya ingini kapan dan dimana saja untuk membaca sedikitnya beberapa ayat Alquran ( ayat suci ) .
Ada 4 ( empat )
peringkat dalam membaca kitab Alquran :
- Mengenal huruf dan mengucapkannya. ( dengan senandung kalam yang seadanya maupun yang indah didengar )
- Memahami Nash Qurani yang dibaca.
- Adanya interaksi : Gembira , Sedih atau perasaan lainnya.
- Menggunakan isi kandungan ayat yang dibaca untuk menyelesaikan masalah maupun menncari inspirasi, motivasi maupun gagasan didalam memaknai kehidupan yang berjalan ini. Dimanakah posisi saya ( atau anda ) dan kita semua ? Wallahu ‘alam bis shawwab..